Jakarta, 17 September 2025 — Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini menghadapi gugatan perdata yang mengejutkan: keabsahan ijazah sekolah menengah atas (SMA) yang digunakannya sebagai syarat pencalonan menjadi Wakil Presiden dipertanyakan. Advokat penggugat menilai ijazah Gibran dari luar negeri tidak setara ijazah SMA di Indonesia. Gugatan ini bernilai Rp125 triliun dan juga menjerat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat kedua.
Fakta & Kronologi
1. Penggugat & Tuntutan
- Yang menggugat ialah seorang advokat bernama Subhan Palal.
- Ia menggugat Gibran Rakabuming Raka dan KPU dengan tuntutan kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp125 triliun.
- Gugatan didasarkan pada klaim bahwa ijazah Gibran dari Orchid Park Secondary School (Singapura) dan UTS Insearch (Sydney) diragukan kesetaraannya dengan ijazah SMA di Indonesia.
2. Syarat Pendidikan di Pemilu dan Keberatan Penggugat
- Berdasarkan aturan Pemilu, calon presiden atau wakil presiden harus memenuhi syarat pendidikan (termasuk ijazah SMA atau sederajat).
- Penggugat menyebut bahwa ijazah luar negeri yang dipakai Gibran tidak memiliki legalitas atau pengakuan yang memadai di Indonesia sehingga dianggap tidak memenuhi syarat. Alleh penggugat, ini merupakan cacat formal atau kekurangan yang bersifat mendasar (“cacat bawaan”).
3. Penanganan Gugatan
- Gibran tidak lagi menggunakan pengacara negara, melainkan telah menunjuk kuasa hukum swasta. Pengacara pribadinya, Dadang Herli Saputra, menyatakan bahwa ia telah menerima surat kuasa langsung dari Gibran sejak 9 September 2025.
- Sidang gugatan sempat tertunda karena terdapat masalah legal standing: apakah penggugat memiliki dasar hukum untuk menggugat, dan apakah tergugat (Gibran dan KPU) telah diperlakukan sebagai pihak yang benar dalam posisi hukum.
4. Tanggapan & Reaksi
- Joko Widodo (Presiden dan ayah Gibran) menanggapi isu ini dengan menyebut bahwa isu ijazah keluarga beliau — termasuk Jokowi dan mungkin juga anak cucu — terus diserang. Ia menyebut bahwa pihaknya siap mengikuti proses hukum.
- Pengacara Gibran menyatakan kesiapan menghadapi semua gugatan, dan mempertegas bahwa kuasa hukum telah ditetapkan secara pribadi oleh Gibran.
Pertanyaan-Pertanyaan Kunci & Dampak Potensial
Aspek | Pertanyaan | Dampak Potensial |
---|---|---|
Legalitas ijazah luar negeri | Apakah ijazah luar negeri Gibran diakui atau setara dengan ijazah SMA Indonesia? Apakah ada keharusan untuk penyetaraan (legalisasi atau pengakuan lembaga terkait)? | Bila tidak diakui, bisa jadi syarat pendidikan tak terpenuhi, sehingga dapat mempengaruhi status pencalonannya. |
Kemampuan menggugat | Apakah penggugat memiliki legal standing, atau hak hukum untuk membawa kasus ini ke pengadilan? | Bila penggugat tidak memenuhi syarat legal standing, gugatan bisa ditolak tanpa menguji substansi. |
Tanggung jawab KPU | Seberapa jauh peran KPU dalam verifikasi syarat pendidikan calon? Apakah KPU sudah mengikuti prosedur yang berlaku? | Jika KPU lalai, bisa ada konsekuensi hukum, reputasi, dan pemicu pembenahan prosedur verifikasi calon. |
Penyelesaian hukum | Bagaimana proses di pengadilan: bukti, saksi pendidikan, dokumen ijazah, keabsahan lembaga luar negeri, dan pengakuan resmi? | Bisa jadi kasus preseden; hasilnya bisa mempengaruhi calon lain dan regulasi Pemilu ke depan. |
Opini & Analisis
- Isu ijazah bukan hal baru dalam kontestasi politik di Indonesia
Beberapa kandidat sebelumnya juga sempat menghadapi persoalan ijazah atau dokumen pendidikan, terutama terkait kejelasan legalitas dan pengakuannya. Isu ini kerap muncul sebagai isu politik, bukan hanya hukum, karena berkaitan dengan kredibilitas dan kepercayaan publik. - Politik identitas dan strategi lawan
Penggugat menyebut adanya “backing” pihak kuat di balik gugatan ini, dan Jokowi pun menyinggung bahwa banyak pihak terus menyerang keluarganya lewat isu-isu dokumen. Bisa jadi ini bagian dari strategi untuk melemahkan citra melalui sorotan publik terhadap dokumen resmi. - Prosedur verifikasi pendidikan perlu diperkuat
Kasus ini menunjukkan bahwa verifikasi ijazah kandas di pertanyaan tentang pengakuan luar negeri dan setaranya. Perlu ada sistem standardisasi transparan yang bisa menyatakan: ijazah dari mana diterima, dengan kriteria apa, bagaimana penyetarannya, agar tidak terjadi keraguan di kemudian hari. - Risiko keamanan institusi Pemilu dan persepsi publik
Bila kasus ini membesar dan publik melihat adanya kelalaian atau manipulasi dokumen, kepercayaan terhadap institusi pemilu, KPU, dan pejabat negara bisa menurun. Banyak pihak akan menuntut kejelasan dan rasa keadilan — bukan hanya bagi Gibran, tapi secara umum kalau ini jadi preseden.
Kesimpulan
Gugatan perdata terhadap Gibran Rakabuming Raka terkait keabsahan ijazahnya menghadirkan tantangan hukum dan politik yang kompleks. Bila terbukti bahwa ijazah luar negeri yang digunakannya tidak memenuhi persyaratan sebagai syarat calon wakil presiden, maka status pencalonannya bisa dianggap cacat secara hukum. Di sisi lain, bila pengadilan melihat bahwa semua proses sudah sesuai aturan — termasuk verifikasi KPU — maka gugatan bisa saja ditolak.
Kasus ini akan menjadi perhatian tidak hanya soal individu Gibran, tetapi juga tentang bagaimana regulasi pendidikan, pengakuan ijazah luar negeri, dan standar verifikasi calon pejabat publik ditegakkan. Publik tentu akan mengamati: apakah keadilan dan transparansi dipenuhi, atau isu ini tetap menjadi lahan politik dan spekulasi.