Denpasar, 16 September 2025 — Di tengah gegap gempita peresmian gedung baru dan fasilitas kantor Kejaksaan RI di Bali, Jaksa Agung ST Burhanuddin melontarkan kritik pedas terhadap sebagian pejabat Kejaksaan yang dianggap kurang kompeten. Dalam pidato resminya, ia menegaskan bahwa rotasi jabatan tidak boleh ditentukan oleh kedekatan atau hanya faktor pangkat dan bukan kemampuan.
Akar Masalah: Jabatan Stagnan & Pejabat yang “Cuma Tahu Uang”
- Rotasi jabatan yang terlambat
Burhanuddin menemukan bahwa banyak pejabat koordinator di tingkat Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang sudah bertahan lebih dari empat tahun—padahal idealnya setelah 2 tahun jabatan tersebut perlu rotasi agar terjadi regenerasi dan kesempatan bagi pejabat lain. - Penempatan tidak berdasarkan kompetensi
Ada pejabat seperti Kajari (Kepala Kejaksaan Negeri) dan Kasi (Kepala Seksi) yang menurut Burhanuddin jadi karena pangkat (“4A”) atau koneksi (“saudaranya siapa, atau temannya siapa”), bukan karena benar-benar memiliki kinerja dan kecakapan. - Kritik tajam: “Ngerti duit saja”
Kalimat ini jadi inti kritik Burhanuddin terhadap pejabat yang seolah hanya memahami gaji, tunjangan, fasilitas—tapi tidak menguasai tugas dan tanggungjawabnya.
Solusi yang Ditegaskan
- Bank talent
Untuk menjamin objektivitas, jaksa agung menyebut sedang membangun bank talent — basis data para jaksa yang berpotensi, supaya promosi jabatan bisa mengikuti rekam jejak, prestasi, dan integritas. - Rotasi berbasis kinerja & kompetensi
Pejabat yang lambat mutasi, tidak punya kasus yang cukup, atau kurang produktif dalam tugasnya diwanti-wanti akan digeser. Burhanuddin menegaskan bahwa jabatan strategis harus diisi oleh orang yang berprestasi, punya integritas, bukan sekadar dikenal atau punya pangkat tinggi. - Peningkatan kasus Pidsus
Dalam hal penanganan perkara, khususnya pidana khusus (pidsus), Burhanuddin menargetkan agar pejabat di tiap wilayah memperbanyak kasus yang ditangani — ia menyebut, “yang kurang dari tiga kasus, akan digeser”. - Fasilitas yang tak cuma pajangan
Gedung dan fasilitas kantor yang lengkap harus digunakan secara nyata. Ia memberi contoh: fasilitas fitness di kantor Kejati Bali yang tampaknya jarang dipakai, hanya “pameran”. Menurutnya, fasilitas yang dibangun harus produktif dan bermanfaat bagi pegawai.
Dampak dan Harapan
- Peningkatan kepercayaan publik
Burhanuddin menyebut bahwa dulu masyarakat sering mencibir jaksa sebagai “tukang bersih-bersih perkara”—ini merujuk pada stigma bahwa meski tugasnya memberantas korupsi, jaksa sendiri jangan sampai terlibat operasi kotor. - Regenerasi organisasi
Dengan rotasi yang sehat dan promosi yang berbasis kinerja, akan tercipta jenjang kepemimpinan yang lebih kompeten, mencegah stagnasi dan nepotisme. - Tantangan implementasi
Meski tutur kata sudah jelas, tantangan ada pada bagaimana seluruh jabatan dan SDM di lapangan mampu berubah: budaya organisasi, kewenangan penilaian kinerja, transparansi, dan mungkin tekanan internal dan eksternal yang selama ini menjaga status quo.
Kesimpulan
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengingatkan bahwa Kejaksaan harus diperkuat dari dalam—dengan pejabat yang kompeten, jujur, dan punya integritas. Kritik “yang ngerti duit saja” bukan hanya sindiran kasar, tapi alarm bahwa adanya pejabat yang hanya menikmati fasilitas tanpa tanggung jawab tugas yang jelas. Untuk itu, reformasi SDM, bank talent, rotasi jabatan yang adil, dan penggunaan fasilitas yang benar-benar produktif menjadi kunci.
Jika semua ini dijalankan dengan serius, bukan tak mungkin Kejaksaan akan kembali menjadi institusi yang dihormati dan dipercaya oleh masyarakat — bukan sekadar lembaga yang ditakuti atau dicemooh.